Saturday, December 31, 2011

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik [Al Islam 537] TAHUN 2010 telah berakhir . Fajar tahun baru 2011 telah hadir. Sepanjang tahun 2010 banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya yang telah terjadi. Terkait sejumlah peristiwa tersebut, pemerintahan Indonesia memberikan catatan sebagai berikut: 1. Demokrasi: Sistem Cacat, Menindas Rakyat. Demokrasi di Indonesia-sekalipun mendapatkan pujian dalam Bali Democracy Forum (10/12/2010)-tidaklah memiliki wujud nyata di tengah masyarakat. Sepanjang tahun 2010, banyak tragedi yang menunjukkan dengan jelas kecacatan sistem ini. Yang paling menonjol, Indonesia dengan demokrasinya telah menempatkan diri sebagai subordinat kepentingan negara kapitalis Amerika Serikat dan sekutunya. Kunjungan Obama ke negeri ini menjadi simbol dari pola hubungan tersebut. Demikian juga perang melawan teror yang diadopsi Pemerintah Indonesia yang merupakan turunan dari GWOT (global war on terrorism)-nya AS. Wajah buruk demokrasi terkuak. Hanya karena diberi label ‘Perang Melawan Terorisme’, sistem demokrasi kemudian membiarkan adanya penculikan, penahanan paksa dan rahasia serta penyiksaan. Korbannya semuanya Muslim. Semua itu legal hanya karena alasan demi kepentingan keamanan nasional. Sistem ini telah membuang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan hukum. Sistem demokrasi telah menunjukkan jatidirinya yang asli: menindas rakyat. Sistem ini pun meniscayakan perselibatan pihak penguasa dengan pengusaha. Pengusaha berkepentingan untuk mendapatkan dukungan kekuasaan demi usahanya. Sebaliknya, penguasa memerlukan dukungan (modal) pengusaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaannya. Walhasil, demokrasi hanyalah ‘kuda tunggangan’ bagi kedua kelompok ini, sementara rakyat hanya dijadikan obyek eksploitasi kepentingan mereka. Wajar jika banyak keputusan, kebijakan, UU atau peraturan yang dihasilkan melalui proses demokrasi nyata-nyata lebih berpihak kepada mereka ketimbang kepada rakyat. Inilah demokrasi-sebuah sistem yang cacat dan mengabaikan rakyat, yang tak layak diadopsi oleh umat Islam. 2. DPR: Fasilitas ‘Wah’, Kinerja Rendah. Gaji setiap anggota DPR saat ini sangatlah besar. Belum lagi tunjangannya yang bermacam-macam dan rata-rata juga gede. Totalnya puluhan juta rupiah perbulan. Meski begitu, berbagai upaya tetap dilakukan untuk terus menumpuk kekayaan dan fasilitas mewah para anggota DPR. Selain usulan dana aspirasi, DPR juga berencana membangun gedung baru, yang akan menghabiskan biaya Rp 1,8 triliun. Gedung itu juga akan dilengkapi dengan pusat kebugaran dan spa. Para anggota DPR pun getol jalan-jalan keluar negeri dengan judul ‘studi banding’. Biayanya sepanjang tahun 2010 dianggarkan Rp 162,9 miliar. Jika dibagi rata kepada 560 anggota DPR, setiap orang mendapat Rp 290,97 juta setahun atau Rp 24,25 juta setiap bulan. Anggaran sebesar ini hanya untuk kunjungan kerja ke luar negeri. Anggaran kunjungan di dalam negeri malah lebih besar lagi. Audit Badan Pemeriksa Keuangan Juni 2009 menyatakan disclaimer (tidak memberikan pendapat) terhadap pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPR untuk tahun anggaran 2007 dan 2008 yang seluruhnya berjumlah Rp 341,34 miliar. Dengan semua fasilitas yang serba ‘wah’ itu, bagaimana prestasinya? Ternyata, kinerja DPR dalam kurun terakhir ini sangat buruk. Mahkamah Konstitusi menilai, produk legislasi DPR selama ini banyak yang tak beres karena menyimpang dari arah dan strategi Program Legislasi Nasional. Dalam lima tahun terakhir, MK telah membatalkan 58 UU yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dari 108 UU yang diujimaterikan. Bahkan ada UU yang diuji lebih dari sekali. Selesai pasal ini, ganti pasal lainnya yang diuji. Misalnya, UU Pemerintah Daerah diuji lebih dari 5 kali, Undang-Undang KPK diuji 9 kali, Undang-Undang Pemilu diuji 8 kali. Banyak produk UU yang ujung-ujungnya juga hanya memenuhi kepentingan individu, kelompok tertentu yang ada dalam oligarki kekuasaan serta pihak asing. Untuk rakyat cukup janji-janji kosong tentang perubahan. Faktanya, meski banyak produk UU dihasilkan, rakyat tak pernah beranjak dari penderitaannya. 3. State Corruption. Korupsi di negeri ini makin sistemik. Artinya, korupsi bukan lagi dilakukan oleh satu-dua orang, tetapi oleh banyak orang secara bersama-sama. Terungkapnya kasus Gayus menunjukkan hal itu. Yang jauh lebih berbahaya adalah saat negara justru menjadi pelaku korupsi melalui utak-atik kebijakan dan peraturan. Inilah yang disebut state corruption (korupsi negara). Skandal Bank Century dan IPO Krakatau Steel adalah contoh nyata. Kasus itu diduga telah merugikan negara triliunan rupiah. Segala usaha pemberantasan korupsi menjadi tak banyak artinya karena pelakunya adalah negara yang dilegalisasi oleh dirinya sendiri. 4. Kebijakan Ekonomi Liberal. Saat ini makin banyak kebijakan ekonomi liberal yang dikeluarkan pemerintah. Di antaranya adalah kenaikan tarif listrik (TDL), privatisasi sejumlah BUMN dan rencana pembatasan subsidi BBM. Kenaikan TDL sebetulnya bisa dihindari andai PLN mendapat pasokan gas. Anehnya, produksi gas yang ada, seperti Gas Donggi Senoro, 70%-nya malah akan dijual ke luar negeri. Demikian pula privatisasi sejumlah BUMN. Bila alasannya untuk menambah modal, mengapa tak diambil dari APBN atau dari penyisihan keuntungan? Bila untuk bank kecil seperti Bank Century yang milik swasta, Pemerintah dengan sigap menggelontorkan uang lebih dari Rp 6 triliun, mengapa untuk perusahaan milik negara langkah seperti itu tak dilakukan? Adapun rencana pembatasan BBM tak lebih merupakan usaha Pemerintah untuk menuntaskan liberalisasi sektor Migas seperti yang digariskan IMF. Kebijakan itu tentu akan membuat perusahaan asing leluasa bermain di sektor hulu dan hilir (ritel/eceran). SPBU-SPBU asing akan mengeruk keuntungan besar dengan kebijakan ini. Ini tentu sebuah ironi besar. Bagaimana mungkin rakyat membeli barang milik mereka dari pihak asing dengan harga yang ditentukan oleh mereka, justru di dalam rumah mereka sendiri? Kebijakan ekonomi yang makin liberal itu tentu makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Pengangguran pun makin meningkat. Akibatnya, sebagian dari mereka pun mencari kerja ke luar negeri. Namun, bukan uang yang didapat, tetapi penderitaan dan penyiksaan seperti yang menimpa Sumiati, bahkan pembunuhan seperti yang dialami Kikim Komalasari dan sejumlah TKW lain. 5. Intervensi Asing. DPR yang diidealkan menjadi wakil rakyat, realitasnya justru menjadi alat pengesah campur tangan asing. UU SDA yang dihasilkan DPR, misalnya, tak lain merupakan pesanan dari Bank Dunia. UU lain seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Kelistrikan dll juga diduga sarat kepentingan asing. Di sisi lain, intervensi asing, khususnya Amerika Serikat, bakal kian kokoh setelah naskah Kemitraan Komprehensif ditandatangani Pemerintah. Kunjungan Obama bulan lalu makin memperkuat cengkeraman kuku negara imperialis itu di negeri ini. Terungkapnya sejumlah dokumen diplomatik penting terkait Indonesia melalui situs Wikileaks hanyalah menegaskan tentang adanya campur tangan AS terhadap negeri ini. 6. Isu Terorisme dan Kebrutalan Densus 88. Isu terorisme di tahun 2010 tak juga kunjung padam. Sejumlah kasus yang diklaim sebagai tindak terorisme seperti perampokan Bank CIMB - Niaga di Medan terjadi. Namun, dari investigasi yang dilakukan, terkuak sejumlah kejanggalan sekaligus kezaliman yang dilakukan Densus 88. Hal ini dipertegas oleh kesimpulan yang dilakukan Komnas HAM. Namun, Densus 88 tetap bergeming. Operasi jalan terus, nyaris tanpa kendali dan kontrol. Korban mungkin masih akan kembali berjatuhan di tahun-tahun mendatang, yang semuanya adalah Muslim. 7. Konflik Umat dan Aliran Sesat. Sejumlah konflik umat terjadi di tahun 2010. Sesungguhnya konflik itu timbul bukan dipicu oleh umat Islam seperti yang banyak dituduhkan. Konflik umat dengan kelompok Ahmadiyah, misalnya, terjadi karena kelompok ini memang keras kepala. Mereka tak menaati SKB Tiga Menteri. Demikian juga konflik umat Islam dengan kelompok Kristen, terjadi karena mereka tak menaati ketentuan menyangkut pendirian tempat ibadah. Persoalan makin rumit saat mereka-dengan dukungan media massa dan jaringan LSM internasional-memaksakan kehendak. Terjadilah apa yang disebut ‘tirani minoritas’ yang merugikan kaum Muslim, penduduk mayoritas negeri ini. 8. Musibah dan Bencana. Sepanjang tahun 2010 negeri ini diwarnai oleh banyak bencana: tsunami di Mentawai, longsor di Wasior Papua dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah/DIY. Bencana tersebut menyisakan sebuah ironi. Bila diyakini bahwa segala bencana itu adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT, lalu mengapa pada saat yang sama kita tetap tak mau tunduk dan taat kepada Allah SWT dalam kehidupan kita? Mengapa bangsa ini tak segera menerapkan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan sebagai bukti ketaatannya kepada Allah SWT? Haruskah bangsa ini menunggu teguran lain berupa bencana yang lebih besar lagi? Berkenaan dengan kenyataan di masyarakat dapat bersikap: 1. Ada dua faktor utama di balik berbagai persoalan yang timbul, khususnya di sepanjang tahun 2010 ini: sistem yang bobrok (yakni sistem Kapitalisme-sekular, termasuk demokrasi di dalamnya) dan pemimpin (penguasa/wakil rakyat) yang tak amanah. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya datang dari Zat Yang Mahabaik, Allah SWT. Itulah syariah Islam yang diterapkan dalam sistem Khilafah. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau sungguh-sungguh menjalankan sistem yang baik itu itu. 2. Di sinilah sesungguhnya pentingnya seruan ”Selamatkan Indonesia dengan Syariah-Menuju Indonesia Lebih Baik”. Sebab, hanya dengan sistem yang berdasarkan syariah dalam institusi Khilafah dan dipimpin oleh pemimpin yang amanah (khalifah) Indonesia benar-benar bisa menjadi lebih baik. Dengan itu kerahmatan Islam bagi seluruh alam bisa diwujudkan secara nyata. 3. Karena itu, hendaknya seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh, berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan penerapan syariah dan Khilafah di negeri ini. Hanya dengan syariah dan Khilafah saja kita bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik. Sebagai catatan akhir, marilah kita merenungkan ayat ini: أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّـهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)। (hizbut-tahrir.or.id/mitrakomputer1.tk) 0 komentar: Poskan Komentar

No comments:

Post a Comment