Kemulian
akhlak adalah engkau menjadikan semua orang merasa bahwa engkau
mencintai mereka. Bahkan menjadikan setiap orang merasa bahwa mereka
adalah orang yang paling engkau cintai dalam hatimu, apakah kiranya
dirimu sanggup untuk seperti ini?
Sesungguhnya engkau masih bisa mengendalikan hatimu dengan sarana dan
cara yang paling bagus, karena seperti itulah akhlak panutan dan
sanjungan kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Sekarang mari kita
tengok hari-hari bersama teladan kita tersebut.
Diriwayatkan
dari Amr bin al-Ash, beliau berkata: 'Adalah kebiasaan Rasulallah
menerima lawan bicaranya sambil menghadapkan wajahnya, sampai-sampai aku
mengira bahwa akulah orang yang paling beliau cintai. Hingga pada suatu
hari aku tanyakan pada beliau; 'Ya Rasulallah, siapakah yang lebih
engkau cintai, aku atau Abu Bakar? Abu Bakar, jawabnya. Lantas aku
tanyakan kembali: 'Ya Rasulallah, siapa yang lebih engkau cintai aku
atau Umar? Umar, jawabnya. Aku tanya lagi: 'Ya Rasulallah, siapa yang
lebih engkau cintai, aku atau Utsman? Utsman, jawab beliau. Tatkala
Rasulallah menyatakan itu semua maka aku berangan-angan sekiranya aku
tidak lagi menanyakannya'. Kisah ini sebagaimana yang ada dalam kita Syama'il Muhammadiyah karya Imam at-Timridzi.
Dalam
khabar diatas menjelaskan pada kita bahwa Amr bin al-Ash menyangka
kalau dirinya adalah orang yang paling dicintai dan paling dekat
kedudukannya dihati Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Barangkali Anda bertanya, bagaimana Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mampu menata hati sedemikan tingginya? Bahkan mampu menguasi hati musuh-musuhnya.
Berikut
ini, kajian untukmu sebagian syama'il dan akhlak beliau secara ringkas,
semoga Allah menganugerahi kita semua untuk bisa mencontoh dan
meneladani beliau dengan sebaik-baiknya.
Beliau
adalah orang yang sangat pemalu, dimana beliau mengatakan: "Aku adalah
orang yang sangat pemalu". Tidak pernah memandang pada seseorang sambil
melotot, tidak berbuat kasar, menerima udzur orang yang memintanya,
bercanda namun tidak mengatakan melainkan benar, kadang tertawa namun
tidak sampai terbahak-bahak. Sabar terhadap orang yang mengangkat suara
padanya, tidak pernah meremehkan orang miskin karena kemiskinannya,
tidak pernah memukul seorang pun melainkan ketika berjihad dijalan
Allah, tidak pernah marah terhadap suatu perbuatan melainkan bila
larangan Allah diterjang, tidak membalas kejelekan dengan kejelekan akan
tetapi mema'afkan dan membiarkan. Beliau biasa memulai salam kepada
siapa saja yang dijumpainya, apabila bertemu dengan para sahabatnya,
beliau memulai untuk berjabat tangan kemudian menggenggam hangat tangan
lawannya.
Beliau
duduk dimana akhir majelis itu berada, memuliakan orang yang bertamu
kepada beliau, sampai terkadang beliau menggelar bajunya sebagai alas
duduk, mendahulukan tamu dengan bantal duduk, kalau sekiranya tamunya
enggan maka beliau sedikit memaksa agar mau menerimanya.
Beliau
memberi setiap orang yang duduk dimajelisnya, semua bagianya, dari
mulai menghadapkan muka padanya, mendengar, melihat dan berbicara
padanya.
Beliau
biasa memanggil para sahabatnya dengan kunyahnya dalam rangka
memuliakan dan menyenangkan hati mereka. Sangat jauh dari sifat pemarah,
akan tetapi paling cepat untuk merasa ridho.
Beliau
orang yang sangat baik kepada orang lain, diriwayatkan dari Anas
radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: 'Bahwa pernah ada seorang
wanita yang datang kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, sembari
mengatakan: 'Aku sedikit membutuhkanmu'. Maka beliau menjawab: 'Duduklah
dijalan Madinah mana saja yang kamu sukai, aku akan mengikutimu'. HR
Bukhari dan Muslim.
Maka dengan bahasa yang ringkas dan luas maknanya, akhlak beliau adalah
al-Qur'an. Oleh karena itu Allah Ta'ala memujinya, sebagaimana yang
tercantum dalam firmanNya:
قال الله تعالى: ﴿ وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ﴾ (سورة القلم : 4) .
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (QS al-Qolam: 4).
Oleh karenanya, barangsiapa yang ingin melihat petunjuk agama ini
secara nyata dalam bentuk keseharian, maka lihatlah dalam sejarah
perjalanan hidup beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam, sambil
mempelajari dan memahami serta mentadaburinya. Demi bapak ibuku sebagai
tebusannya. Cukup untuk menggambarkan itu semua, bahwa kelak pada hari
kiamat semua orang mengatakan; 'Diriku, diriku', namun justru beliau
memikirkan umatnya seraya berkata; 'Umatku, umatku'.
Seorang penyair mengatakan:
Duhai orang yang mengingatkanku janji kekasihku
Habis sudah lisan ini menyebut kebaikan dirimu
Tak bosan aku mengingat dirimu dalam kesendirian
Kisah sang kekasih sungguh menyenangkan
Tulang ini telah penuh olehmu, kelu bibir mensifatimu
Hati ini begitu merindu tatkala menyebutmu
Senantiasa jiwa ini mencoba terbang, karena rindu
Duhai, sekiranya hati ini mampu melayang padamu
No comments:
Post a Comment