Saturday, December 31, 2011

4 kategori manusia tak layak dilantik jadi pemimpin Oleh Ramli Abdul Halim 2010/11/22 Rasulullah tidak lantik sesiapa minta jawatan, sebalik serah kepada yang ada sifat tanggungjawab MENYEDARI pentingnya pemimpin dan kepemimpinan, Allah sendiri menyatakan dalam al-Quran empat kategori manusia yang tidak boleh atau haram diangkat menjadi pemimpin, yang tidak termasuk dalam keempat-empat kategori itu dibolehkan. Yang diharamkan ialah ialah pertama, orang Yahudi dan Nasrani. Firman Allah yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman, jangan kamu jadikan orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin sebab mereka hanya layak menjadi ketua di atas sebahagian daripada mereka. Barang siapa antara kamu menjadikan mereka pemimpin, sesungguhnya ia jadi golongan mereka (Yahudi dan Nasrani). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” – Al-Maidah:51 Keduanya, orang yang melebihi atau mengutamakan kekafiran daripada keimanan. Dalam hal ini Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu mengambil bapa, saudara kamu menjadi pemimpin jika mereka memilih kafir daripada iman. Barang siapa mengangkatnya menjadi pemimpin daripada kalangan kamu, maka mereka itu adalah zalim.” – At-Taubah:23. Ketiga, orang yang di luar kalanganmu termasuk dalamnya orang munafik. Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu ambil sahabat yang setia selain daripada golongan kamu, mereka tidak henti-hentinya berikhtiar mencelakakan kamu, mereka itu suka apa yang menyusahkan kamu. Sesungguhnya kebencian telah terbit dari mulut mereka, tetapi apa yang tersembunyi dalam hati mereka adalah lebih besar lagi. Kami telah terangkan kepadamu tanda-tanda jika kamu mahu berfikir. Ingatlah kamu ini mencintai mereka sedang mereka tidak mencintai kepadamu dan kamu percaya kepada seluruh kandungan al-Quran, sedang mereka itu apabila bertemu dengan kamu, mereka mengakui kami beriman, tetapi apabila berpisah, mereka gigit jari mereka lantaran marah bercampur benci kepadamu. Katakanlah kepada mereka: matilah kamu bersama kemarahan kamu itu. Allah mengetahui apa yang ada di dalam dadamu/hatimu.” – Ali- Imran:118-119 Keempat, orang yang mengingkari al-Quran dan hukumnya. Berhubung perkara ini Alah berfirman yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu jadikan orang kafir itu menjadi pemimpin kamu, padahal mereka bukan daripada kalangan orang mukmin (yang benar), apakah kamu mencari satu alasan yang nyata bagi alasan bagi Allah untuk menyiksamu?” – An-Nisa':144 Rasulullah SAW pula mengingatkan supaya kalangan yang berkehendakkan sesuatu jawatan/menjadi pemimpin hendaklah jangan dilantik kerana ia akan mendatangkan banyak masalah pemimpin itu sendiri dan juga yang dipimpin. Sebaliknya jawatan itu hendaklah diberikan kepada orang yang dipilih daripada kalangan yang tidak berkehendakkan sesuatu jawatan/menjadi pemimpin tetapi ada kebolehan. Iman Bukhari diriwayatkan berkata bahawa Abu Zar menceritakan kepadanya bahawa beliau (Abu Zar) telah berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, tidakkah boleh Rasulullah melantikku ke sesuatu jawatan.” Lalu Rasulullah menepuk bahu Abu Zar dan bersabda: “Wahai Abu Zar! Engkau lemah. Jawatan itu adalah suatu amanah, ia pada hari kiamat adalah suatu kehinaan dan penyesalan kecuali orang menerimanya kerana berhak dan menunaikan tugasnya dengan betul.” Dalam Islam, jawatan bukanlah satu hak yang mesti diberi, apatah lagi jika diperoleh melalui apa jua cara bermaksud penjawatnya berkehendakkan jawatan itu seperti melalui sogokkan, bodek dan sebagainya. Sebaliknya jawatan adalah satu tugas, tanggungjawab dan amanah. Rasulullah tidak memberikan sesuatu jawatan/kepemimpinan kepada orang yang memohon atau orang yang berhasrat untuk mendapatkannya tetapi akan menyerahkan kepada mereka yang cukup layak menjawat sesuatu jawatan/memimpin tetapi tidak berhajatkan jawatan berkenaan. Imam Al-Hakam meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Sesiapa yang melantik menjalankan urusan umat Islam, maka ia melantik seorang tertentu sedangkan ia dapati ada yang lebih baik daripadanya, maka sesungguhnya ia mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.” sumber : Berita Harian 22 Nov.2010 ============================================================ Bagaimana Cara Memilih Pemimpin Menurut Islam Pemimpin negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin negara itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara. Oleh karena itulah Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. “ (An Nisaa 4:138-139) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimmpin (mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagiaa yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada oarng-orang yang zalim ” (QS. Al-Maidah: 51) “Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah orang2 yang zalim” (At Taubah:23) “Hai orang2 yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang2 kafir menjadi wali (teman atau pelindung)” (An Nisaa:144) “Janganlah orang2 mukmin mengambil orang2 kafir jadi pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikitpun…” (Ali Imran:28) Selain beriman, seorang pemimpin juga harus adil: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “ada tujuh golongan manusia yang kelak akan memperoleh naungan dari Allah pada hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya, (mereka itu ialah): 1. Imam/pemimpin yang adil 2. Pemuda yang terus-menerus hidup dalam beribadah kepada Allah 3. Seorang yang hatinya tertambat di masjid-masjid 4. Dua orang yang bercinta-cintaan karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah pun karena Allah 5. Seorang pria yang diajak (berbuat serong) oleh seorang wanita kaya dan cantik, lalu ia menjawab “sesungguhnya aku takut kepada Allah” 6. Seorang yang bersedekah dengan satu sedekah dengan amat rahasia, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya 7. Seorang yang selalu ingat kepada Allah (dzikrullâh) di waktu sendirian, hingga melelehkan air matanya. (HR. Bukhari dan Muslim) “Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat dengan taqwa…” (Q.s. Al-Maidah 5: 8) Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang ekonomi, sosial, dan terlebih lagi, dalam bidang hukum. Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum; memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya adalah putri beliau sendiri, Fatimah, misalnya. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau bapak ibu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih mengetahui kemaslahatan keduanya”. (Qs. An-Nisa; 4: 135) Dalam sebuah kesempatan, ketika seorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya lantaran mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, Rasulullah pun marah. Beliau bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu. Dari Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: adakah patut engkau memintakan kebebasan dari satu hukuman dari beberapa hukuman (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri lalu berkhutbah, dan berkata: ‘Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu rusak/binasa dikarenakan apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum’. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah) “Sesungguhnya Allah akan melindungi negara yang menegakkan keadilan walaupun ia kafir, dan tidak akan melindungi negara yang dzalim (tiran) walaupun ia muslim”. (Mutiara I dr Ali ibn Abi Thalib) Pilihlah pemimpin yang jujur: Dari Ma’qil ra. Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang yang telah ditugaskan Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga”. (HR. Bukhari) Pilih pemimpin yang mau mencegah dan memberantas kemungkaran seperti korupsi, nepotisme, manipulasi, dll: “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim) Pilih pemimpin yang bisa mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri: Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dalam Al Qur’an : “ … Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian, orang-orang Muslim, dari dahulu … .” (QS. Al Hajj : 78) Dalam menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir menukil satu hadits yang berbunyi : “Barangsiapa menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah maka sesungguhnya dia menyeru ke pintu jahanam.” Berkata seseorang : “Ya Rasulullah, walaupun dia puasa dan shalat?” “Ya, walaupun dia puasa dan shalat, walaupun dia mengaku Muslim. Maka menyerulah kalian dengan seruan yang Allah telah memberikan nama atas kalian, yaitu : Al Muslimin, Al Mukminin, Hamba-Hamba Allah.” (HR. Ahmad jilid 4/130, 202 dan jilid 5/344) Ada beberapa sifat baik yang harus dimiliki oleh para Nabi, yaitu: Amanah (dapat dipercaya), Siddiq (benar), Fathonah (cerdas/bijaksana), serta tabligh (berkomunikasi dgn baik dgn rakyatnya). Sifat di atas juga harus dimiliki oleh pemimpin yang kita pilih. Pilih pemimpin yang amanah, sehingga dia benar-benar berusaha mensejahterakan rakyatnya. Bukan hanya bisa menjual aset negara atau kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pilih pemimpin yang cerdas, sehingga dia tidak bisa ditipu oleh anak buahnya atau kelompok lain sehingga merugikan negara. Pemimpin yang cerdas punya visi dan misi yang jelas untuk memajukan rakyatnya. Terkadang kita begitu apatis dengan pemimpin yang korup, sehingga memilih Golput. Sikap golput atau tidak memilih pemimpin merupakan sikap yang kurang baik. Dalam Islam, kepemimpinan itu penting, sehingga Nabi pernah berkata, jika kalian bepergian, pilihlah satu orang jadi pemimpin. Jika hanya berdua, maka salah satunya jadi pemimpin. Sholat wajib pun yang paling baik adalah yang ada pemimpinnya (imam) sumber : http://media-islam.or.id/2009/06/26/bagaimana-cara-memilih-pemimpin-menurut-islam/ Posted by SYED OTHMAN at 9:18 AM Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

No comments:

Post a Comment