PEACENOTWAR MAKEFRIENDNOTENEMY FEAR ALLAH NOT MAN.ISLAM MEANS PEACE.ISLAM FOR ALL. MUSLIMS ARE NOT TERRORIST AND TERRORIST ARE NOT MUSLIM.PLEASE BE INFORMED THAT ALL PICTURES AND TEXT IN THIS BLOG ARE TAKEN FROM THE WEB UNDER FAIR USE TREATY AND FOR MY PERSONAL COLLECTION.IF THEIR OWNERS DO NOT LIKE THEIR PICTURES OR ARTICLES APPEAR IN THIS BLOG,PLEASE CONTACT ME TO DELETE..THANKS.
Monday, December 26, 2011
IRAQ BEHIND THE SCENE (past-forward)
demokrasi, iraq
Saya kembali mengangkat diskursus Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi, dari judul aslinya Iraq is a Terrain. untuk bisa melihat gambaran apa yang tengah terjadi saat ini dalam mengenali demokrasi, oligarki kapitalis (riba) dan apa konstelasinya bagi muslim dan dunia.
DATARAN TANAH IRAK
Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi al-Murabit
diskursus pertama/ terjemahan maret 26 Maret 2003
Perang Dunia Pertama dengan segenap dampak yang ditimbulkannya, telah meninggalkan jejak yang jelas pada kerajaan-kerajaan Eropa dan sistem kerajaannya, yang pada saat ini kita sadari bersama bahwa kerajaan-kerajaan tersebut tidak memiliki kontrol atas apa yang telah terjadi, dimana kontrol yang sebenarnya berada di tangan sekelompok politisi yang lemah dan bodoh bersama-sama dengan para jendral mereka yang bermental lemah. Perang Dunia Kedua, yang semestinya membebaskan Polandia dari serangan Jerman, diakhiri dengan menghadiahkan Polandia kepada penjajah lainnya, Rusia. Retorika (berbahasa yang terlihat menonjol dan bagus namun tanpa ide yang jelas atau ketulusan emosi) yang disajikan kepada masyarakat jahil yang tidak memiliki kepedulian menyatakan bahwa perang-perang tersebut merupakan perang melawan tirani dan kediktatoran atas nama demokrasi. Kita berterima kasih atas kontribusi besar Rusia, yang dalam hal ini telah memperlihatkan kepada kita suatu bentuk kediktatoran paling buruk dalam sejarah, di mana jutaan nyawa rakyat Rusia hilang begitu saja atas nama sosialisme, Jerman telah dikalahkan, separuh dataran Eropa diperbudak oleh Rusia, sementara bagian ‘barat’ Eropa jatuh ke dalam zaman gelap di bawah doktrin sosialis yang ketat. Jauh di bawah jangkauan dialektika politik yang absurd mengenai Kiri-Kanan, suatu ‘kekuatan’ sedang berevolusi, tersembunyi dari pandangan masyarakat dan para ‘intelektual’. Mata tajam para peneliti sosial mungkin dapat melihat, seperti halnya mata para dokter yang dapat melihat gangguan kulit sebagai gejala suatu penyakit, pertumbuhan pesat dan kehadiran aktif dari sejumlah bank-bank kecil di jalan-jalan dan kota-kota di Eropa. Dan pada akhir abad 20 dapat dikatakan, bahkan oleh masyarakat yang telah begitu dirasuki media ini, tidak ada lagi ide-ide politik yang berlaku, apa lagi dialektika politik Kiri-Kanan. Di akhir abad ini, perbankan dan sistem pasar telah berhasil mengatasi dan melampaui aturan-aturan yang dibuat oleh suatu pemerintahan dengan menggunakan ide-ide metafisikal mereka mengenai nilai pasar dan ilmu-ilmu yang menurut mereka dapat memerangi inflasi, sementara dunia pada umumnya kian terjebak dalam kerangka politik berbentuk ‘nation-states’ dimana kian hari jerat-jerat kekuatan supra nasional dari institusi-institusi macam PBB, WHO, UNRA dan sebagainya kian menguat. Agama telah dihilangkan saat Paus dipaksa untuk patuh, yang akhirnya membuatnya frustasi, pekerjaan yang dilakukan olehnya hanyalah menempelkan kertas berisikan permohonan menyedihkan di hadapan sejumlah kecil orang di Tembok Ratapan Yerusalem.
Suatu tanda yang memperlihatkan ketidak-sabaran kekuatan oligarki (keuangan) baru ini terhadap struktur demokrasi yang selama ini mereka bentuk, terjadi pada saat pemilihan presiden Amerika Serikat baru-baru ini. Ketika hasil dari pengumpulan suara diragukan keabsahannya, dimana seharusnya mereka melakukan pengumpulan suara ulang sebagaimana ditentukan oleh logika dan prinsip mereka, sebuah kekuatan non politis yang tidak diragukan lagi kekuasaannya turut campur dalam peristiwa ini. Dan seperti kita ketahui bersama, sebuah negara yang mengklaim diri mereka sebagai kekuatan demokrasi terbesar di dunia, akhirnya memiliki seorang pemimpin yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan di Mahkamah Agung, yang merupakan orang pilihan ayah sang presiden baru. Dan kita dapat mengumpamakan bahwa pemerintahan yang dijalankan olehnya saat ini, yang merupakan bagian dari sistem bi-kameral dan bi-partai berlaku, hanya merupakan ujung dari bongkahan es di tengah lautan, di mana kekuatan sesungguhnya dari sistem kendali berada di bawah permukaan laut, siap memutuskan gerakan di masa datang.
Sekarang jelas sudah bahwa kekuasaan tidak lagi dikendalikan oleh institusi negara dari pemerintahan nasional yang tidak lagi menguasai sumber daya yang merupakan kekuatan sebenarnya dari faktor-faktor yang menentukan nasib dari umat manusia dalam sejarah. Pada saat institusi negara yang berdaulat menjadi tidak lagi memiliki kekuatan, maka sesungguhnya terlihat jelas bahwa sebenarnya banyak institusi-institusi internasional yang ada pun tidak memiliki arti apa-apa, dan hanya menjadi alat dari suatu kekuasaan yang tersembunyi dan dilindungi oleh tabir pengalihan yang dilakukan oleh media.
Melihat kepada proses evolusi yang panjang dari sebuah sistem yang telah mengambil alih kekuasaan dari sistem politik dunia kuno, sangat masuk akal bagi sistem baru ini untuk menghindari elemen-elemen spontanitas dan dinamika, dan melaksanakan perubahan-perubahan sophisticated terhadap struktur politik yang telah disingkirkannya. Walaupun, adalah suatu kemungkinan besar bagi sistem kapitalisme dunia baru yang penuh dengan intrik rumit ini, sebagaimana telah dijelaskan, akan terbukti dengan sendirinya dalam sejarah mengalami kegagalan dalam usaha mereka mendominasi dunia dalam waktu yang singkat. Sistem ini memiliki cacat yang fatal, walaupun sistem ini memiliki komponen yang menggunakan metode logika yang masuk akal, motor penggeraknya amatlah tidak logis dan tidak dapat diperkirakan, saya merujuk kepada sistem keuangan beserta perangkatnya yang sulit dimengerti, ekonomi makro dan mikro.
Kekuatan Oligarki (keuangan) yang berkuasa ini bagaikan monster berkepala tiga, yang terdiri dari sistem media, sistem komoditas, dan sistem keuangan, yang disebut terakhir ini memiliki dampak yang begitu menghancurkan. Komponen keuangan (uang kertas tidak berharga -sistem riba-) merepresentasikan sebuah struktur rentan dan kuno yang ditopang oleh jaringan-jaringan yang bekerja di antara bank-bank pemerintah, bank swasta, bank multinasional, bursa saham dan future market. Harus dimengerti bahwa komponen ini dipenuhi oleh konflik internal dan ambisi pribadi. Media dihantui oleh kehidupan bebas yang sangat lemah dan hiburan penuh fantasi. Para baron* komoditas (gelar kebangsawanan yang paling rendah) saling bertengkar diantara mereka sendiri guna memperebutkan konsesi, sama dengan pendahulu mereka, para duke (gelar tinggi kebangsawanan Eropa) abad pertengahan di Eropa yang saling berperang memperebutkan kedudukan. Dan parahnya, mereka mengajak kelompok militer-industrialis untuk masuk ke dalam lingkaran, yang sebagaimana telah diperingatkan oleh Presiden Eisenhower akan bahaya yang akan ditimbulkan oleh kehadiran kelompok ini dapat menghancurkan sistem politik demokrasi. Ujung tombak dari ketiga komponen kekuatan ini adalah sistem keuangan, yang walaupun memiliki kekuatan atas materi, tidak dapat lepas dari takdirnya untuk mengalami kekacauan dan keruntuhan. Pada dasarnya sistem keuangan tidak lebih dari sebuah perhitungan matematik bersifat metafisik yang dalam prakteknya dapat membawa suatu bangsa ke dalam jurang kebangkrutan dan dalam waktu bersamaan menguras kekayaan negara tersebut tanpa batas, metode ini pula yang digunakan oleh sebuah oligarki kecil beranggotakan sekelompok kecil orang sangat kaya, tidak banyak, hanya 300 lebih sedikit, yang sudah menguasai separuh dari kekayaan dunia. Inilah sekelompok orang yang dapat dikategorikan gila, mereka berdiri dan menentang segala bentuk kehidupan dan tanpa malu dengan ketamakan yang luar biasa. Mereka tidak menganggap apa yang mereka lakukan ini sebagai sebuah bentuk kegilaaan, akan tetapi sebagaimana telah diperagakan oleh karakter Henry IV dalam sebuah drama karya Pirandello. Pada babak akhir, ketika Henry IV melakukan kejahatannya yang berada di luar akal sehat, kawan-kawanya mengatakan bahwa ia telah menjadi gila dan tidak menyadari apa yang telah ia perbuat. Henry IV menjawab, “Kalian tidak mengerti. Aku sadar akan tindakanku ini. Hanya saja aku tidak bisa menghentikannya. Inilah kegilaanku!” Bukan merupakan suatu kebetulan jika nama-nama dari kelompok orang gila ini tidak pernah muncul di media dan diketahui oleh masyarakat umum. Ketika seorang bankir bernama Safra, tewas dalam sebuah peristiwa pembunuhan misterius di Monte Carlo, untuk sekejap terbukalah tabir yang menutupi oligarki ini. Safra merupakan salah satu dari sepuluh orang paling kaya di dunia, tetapi jarang sekali orang mendengar namanya. Banyak mantan Presiden dan Perdana Mentri Israel serta bintang film menghadiri pemakamannya, Rabi Tinggi Perancis khusus diterbangkan oleh jet pribadi Safra guna menghadiri pengadilan seorang ‘tersangka’ pembunuhan ini dan memberikan do’a khusus bagi Safra. Tidak ada seorang pun yang mengetahui cerita yang sebenarnya, dan tabir pun kembali turun menutupi kekuatan elit ini.
* * * * *
Kemudian kekuatan oligarki (keuangan) sepakat bahwa serangan militer untuk menaklukan Irak memang diperlukan, keputusan ini didasari oleh dua aspek. Penaklukan Irak merepresentasikan kemenangan besar bagi komponen komoditi dari kekuatan oligarki. Keadaan ini juga memberikan kekuatan dan posisi yang lebih baik di dunia bagi para kelompok militer-industrialis. Di saat yang bersamaan inilah sebuah krisis yang dibutuhkan sebuah sistem uang kertas, US Dollar, yang selalu berada dalam posisi yang lemah.
Pertama, kita harus menyadari bahwa identitas sesungguhnya dari pelaku antagonis (berlawanan) ini, saya ingatkan sekali lagi, bukanlah sebuah negara yang pernah memiliki kedaulatan, bekas koloni pemberontak Kerajaan Inggris, Amerika Serikat. Walaupun kekuatan oligarki bekerja dan bergerak dengan bebas di setiap sendi ekonomi dan tinggal di permukiman yang dijaga dengan ketat di segenap penjuru negeri, sementara di wilayah yang didiami oleh warga kebanyakan, ketakutan dan kemiskinan adalah perasaan yang wajar dirasakan sehari-hari. Di mana kita temukan narkoba, kebebasan seksual, dan sebuah generasi disfungsional dimana anak-anak menembaki guru dan diri mereka sendiri – inilah bentuk sesungguhnya dari sebuah ‘negara kesatuan’, yang tingkat populasinya penjaranya sama dengan populasi Israel. Kedua, dengan tenang, kita melihat betapa media telah menciptakan motif untuk men-justifikasi (mencari pembenaran) serangan -invasi ke Irak- ini dengan cara yang sangat menakjubkan. Pembantaian besar hanya membutuhkan motif yang sederhana. Gerakan Inquisition melakukan pembakaran dan penyiksaan di seluruh penjuru Eropa atas nama Doktrin Trinitas. Saat ini komponen media dari kekuatan oligarki beserta juru bicara mereka telah menciptakan tiga buah kata yang menjadi alasan kuat bagi perang ini. Senjata Pemusnah Masal (Weapons of Mass Destruction). Hanya dengan tiga buah kata ini, dunia pun tersihir dan terpaku. Bukan hanya tiga buah kata tersebut yang menjadi teror dari dunia ini, lebih lanjut lagi, mereka mengatakan bahwa ‘senjata’ ini berada di tangan seseorang yang digembar-gemborkan sebagai ‘Evil Man’. Begitu suksesnya propaganda ini sehingga kita lupa bahwa satu-satunya penggunaan Senjata Pemusnah Masal, terjadi ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir di Hirosima dan Nagasaki. Sebuah bom hasil pemikiran seorang yahudi bernama Einstein, diproduksi oleh seorang yahudi bernama Oppenheimer, dan dijatuhkan atas perintah seorang kristen, dan kita tidak bisa menyebut Harry Truman sebagai ‘Evil Man’ (‘Manusia Iblis’), jelas sekali dia adalah seorang ‘Nice Guy’ (‘Laki-laki baik’). Ketiga, kita akan melihat bahwa alasan utama, atau alasan penggerak, atau paling tidak latar belakang dari rencana perang ini adalah sebuah fenomena yang kita kenal sebagai Terorisme. Sejak para petinggi pemerintahan Amerika Serikat menyatakan secara terbuka bahwa terorisme merupakan bagian dari fundamentalisme Islam, sangat penting bagi kita sebelum membahas perang Irak ini untuk memahami masalah Terorisme ini secara mendalam.
* * * * *
Pada masa Salahuddin, sekte ekstrimis shi’a yang berakar pada konsep keimaman palsu Ismaili, setelah gagal mempengaruhi Muslimin dengan doktrin khayali mereka, memulai suatu gerakan terorisme yang kuat guna memaksakan keyakinan mereka. Gerakan ini terjadi di Lebanon dan di sebagian daerah yang kini kita kenal sebagai Palestina. Mereka mengancam nyawa Khalifah dan melakukan teror terhadap para pemimpin kristen. Mereka dikendalikan dari sebuah istana di sebuah gunung, dimana pemimpin ereka dikenal sebagai ‘Old Man of the Mountains’. Di samping tindakan pembakaran dan penculikan, mereka juga mengirim sekelompok pembunuh ke segenap dunia Muslim. Para pembunuh ini, yang akhirnya juga terbunuh, dimakamkan sebagai syuhada di pemakaman khusus yang menjadi pusat meditasi dan pelatihan bagi para calon pembunuh berikutnya. Peristiwa pemakaman para pembunuh ini menjadi kegiatan utama dalam kehidupan sosial kaum Isma’ili* (* Ismaili: datang dari Ismail, Anak tertua dari Ja’far as-Sadiq, Seorang Ulama terhormat keturunan dari Sayyiduna ‘Ali – Imam Malik mendapatkan transmisi beberapa hadist darinya dan ditulis dalam al-Muwatta – dan untuk sekte shia’ah, beliau merupakan Imam ke 6. Akan tetapi, transmisi ilmu mereka berpindah kepada Musa al-Kazim yang menjadi Imam ke 7. Kelompok inilah yang memuja Ismail dan mendirikan sekte Ismaili, yang ditolak oleh mentah-mentah oleh komunitas Muslim, Sunni dan Shi’a. Cara-cara mereka yang menghindari kewajiban Shari’at diterapkan dalam doktrin Ta’wil al-Batin, sebuah penafsiran rahasia yang hanya diketahui oleh beberapa orang tertentu dari ayat-ayat ahkam di al Qur’an yang menjadi dasar Hukum. Tujuan politis utama mereka adalah untuk menghancurkan Kekhalifahan dan Islam Sunni, untuk kemudian menghancurkan juga Shi’a tradisionil. Dalam prakteknya, mereka menggunakan metode dialektika, yang memiliki konsep dua kubu berlawanan, tesis dan anti-tesis, yang mereka percayai dapat bertemu dalam sebuah sintesa yang membawa dunia di bawah kepemimpinan Ismaili) Ismailisme didasari oleh dialektika; di saat metode teror mereka mencapai puncaknya dan kemudian mengalami kegagalan, sebagaimana biasanya terjadi, mereka melancarkan metode persuasi, dimana mereka mengatakan kepada kaum Muslim bahwa mereka tidak lagi perlu melaksanakan shalat dan puasa, bagi mereka semua agama pada dasarnya sama secara esoteris. Akibatnya bukan hanya komunitas Muslim yang menyatakan mereka sebagai zindiq dan berada di luar Islam, kaum tradisional shi’a pun memiliki pandangan yang sama terhadap mereka. . Jelaslah sudah bahwa gerakan bunuh diri yang terjadi di Palestina dewasa ini berakar langsung dari penyimpangan kaum Ismaili. Pada setiap pemakaman, mereka tidak mengucapkan Shahadatayn sebagaimana biasanya, melainkan hanya meneriakkan ‘Allahu Akbar!’ Inilah bentuk pertama dari sebuah penyimpangan yang secara salah telah diidentifikasikan sebagai Terorisme Islam, yang anehnya memiliki hubungan dengan bentuk kedua dari sebuah penyimpangan dimana ada satu golongan yang secara salah telah diidentifikasikan sebagai Islam. Menjadi aneh, karena golongan ini dapat ditemui di daerah Arab yang berada dibawah rezim Saudi yang tidak pernah mengangkat satu jari pun guna menolong korban tragis di Palestina. Cabang utama dari Terorisme ini tidak perlu diragukan lagi adalah – hasil bentukan rezim anti Islam pimpinan Churchill – kerajaan keluarga Saud. Wahabbisme merupakan ciptaan keluarga Saud yang berasal dari suku Najd, keluarga ini melakukan pemberontakan terbuka terhadap Kekhalifahan Islam, yang kepadanya keluarga ini pernah mengucapkan sumpah setia Saud kemudian ditangkap oleh kekuatan Islam yang memerintah di Mesir, dan kemudian dikirim ke Istanbul dimana Saud diadili bukan sebgai pemberontak tetapi sebgai seorang zindiq, yang tidak memperoleh hak shalat dua rakaat sebelum dipenggal. Wahabisme mengaku membela keesaan Allah, dimana pada saat yang sama mereka menentang Rasulullah, semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian kepadanya. Kebencian terhadap Rasul ini, yang telah terjadi selama berabad-abad, menyebar pula menjadi kebencian terhadap para ‘Awliya Allah dan gerakan Sufi yang merupakan suatu kekuatan spiritual dalam masyarakat Muslim. Gerakan wahabi adalah wajah resmi dari suatu kekuatan politik sebuah kerajaan palsu bentukan Inggris. Buku biografi pertama dari Ibn Abdalwahhab diterbitkan pertama kali oleh perusahaan minyak Amerika, ARAMCO. Pada wajah wahabisme yang memancarkan puritanisme dan kepalsuan inilah, kekuatan oligarki menemukan cara ideal untuk melemahkan Islam di percaturan dunia. Mereka membentuk suatu badan intelijen bernama Rabita, yang fungsi utamanya adalah mengawasi dan mencatat kegiatan mesjid-mesjid, institusi pengajaran Islam berikut guru-gurunya di seluruh dunia. Raja mereka mendirikan sebuah universitas di luar perbatasan kota penuh berkah, Madinah, dan menamakan universitas tersebut sebagai Universitas Madinah. Peranan Universitas Madinah bagi gerakan anti Islam ini bagaikan peranan Wittenberg bagi gerakan anti katolik pimpinan Luther. Bagian dari gerakan misionaris wahhabi yang puritan , dimana gerakan ini yang memberikan jaminan kepada dunia kafir bahwa tidak akan ada lagi Jihad, Jammat Tablighi ( suatu gerakan sempalan Islam yang berkembang dari daerah Mewat India ), yang disokong oleh banyak negara di Eropa dan Amerika dalam penyebarannya. Sejalan dengan kian dalamnya keluarga Saud jatuh ke dalam jurang korupsi, dan rakyatnya kian miskin di bawah doktrin-doktrin mereka, gerakan anti Islam wahhabi yang pasih memasuki tahapan yang merubah mereka menjadi militan sementara kerajaan yang bobrok itu tidak dapat mencegahnya. Maka, Universitas Madinah pun menjadi semacam pabrik yang memproduksi para aktifis fundamentalis yang kepalanya dipenuhi angan-angan bahwa usaha mereka akan membawa agama ini ke puncak kemurnian dan kejayaannya, sedangkan gerakan misionaris mereka menjadi sumber perekrutan bagi para petualang fanatik ini.
Sejak perwujudan dari kejadian Terorisme dewasa ini telah dibentuk dan diberi identitas, dan identitas tersebut telah diisi secara detail oleh sekelompok orang dengan ideologi serta ancaman-ancamannya, masalah ini memerlukan pejelasan yang lebih mendalam. Terorisme tidak pernah hadir dalam sejarah kaum Muslim, atau lebih tepat, dalam sejarah Islam, karena tidak ada satu alasan sejarah maupun spiritual yang dapat mengaitkan masalah ini ke dalam Dien Islam, harus benar-benar kita sadari bahwa Terorisme adalah suatu phenomena dari negara kapitalis modern. Kita melihat bahwa pada setiap aspek dalam gelombang Terorisme yang terjadi dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari definisi klasik beserta segenap perwujudannya yang berada di dalam lingkaran evolusi (proses perubahan bertahap) dari struktur negara kapitalis.
Terorisme Klasik adalah sebuah fenomena yang muncul, yang menjelaskan dan mengangkat dirinya sendiri, secara sukses, pada masa kekuasaan tiga Czar terakhir di Rusia. Kegiatan para teroris, etos para teroris, dan komunitas teroris hampir saja menjadi sekedar catatan kaki pada indeks buku-buku di era pra Revolusi Russia jika tidak diselamatkan oleh catatan dan usaha kritis dari dua penulis besar Rusia, Turgeniev dan Dostoevsky. Penulis pertama (Turgeniev) memperlihatkan dikotomi (dua masalah yang berbeda tetapi saling berkaitan) yang terjadi di masyarakat kelas rendah yang terbuang dan idealisme tinggi seolah-olah akan mereka wujudkan melalui tindakan-tindakan mereka. Penulis kedua (Dostoevsky), yang mengerti masalah dunia ini dengan lebih baik, menggali lebih dalam lagi. Dostoevsky mengenali dua aspek dari Terorisme, dimana aspek kedua akan memperlihatkan kenyataan yang mengejutkan. Pertama-tama secara jenius ia menggambarkan kehidupan Teroris modern, yang memiliki karakteristik sebagai berikut. Mereka pada umumnya bertindak sendiri-sendiri atau berada dalam sebuah struktur komando yang kecil. Sebagai contoh, seorang teroris di wilayahnya pada saat bertemu dengan salah seorang temannya, berbisik dengan bersemangat, ‘Kita tidak sendirian kan?’ Dostoevsky juga mengerti bahwa pemenuhan akan tindakan teror itu sendirilah, dan bukan tujuan yang lebih mulia, yang menjadi motivator bagi para teroris dalam mempersiapkan dan merealisasikan kegiatan berdarah mereka. Tindakan yang paling parah menurut Dostoevsky adalah alasan yang pertama disebutkan tadi. Dapat dilihat dari sejumlah kejadian dewasa ini: kehancuran spektakuler dua buah gedung pencakar langit yang membunuh ribuan orang, peledakan sebuah klub malam yang membunuh ratusan orang, dan terakhir seorang semi-idiot yang memasukkan dinamit ke dalam sepatunya. Walaupun begitu, pemikiran kedua Dostoevsky lah, dengan segenap kedalaman dan pengetahuan jeniusnya tentang agama, yang harus kita mengerti. Apa yang dilihat oleh Dostoevsky – jangan dilupakan bahwa ia menginginkan keruntuhan dari otokrasi (bentuk pemerintahan dengan kekuasaan mutlak pada diri seseorang; kediktatoran) , sama besarnya, jika tidak lebih, dengan apa yang diinginkan oleh para Teroris – adalah sebuah kontradiksi yang amat dalam, yang kemudian membawanya berhadapan langsung dengan nihilsme (paham yang tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, kemanusiaan, dan sebagainya, semua orang berhak mengikuti maunya sendiri). Bahwa nihilisme adalah sebuah kondisi yang wajar dialami oleh seseorang yang berada di bawah sistem kapitalis. Dostoevsky menemukan bahwa sesungguhnya teroris, bukanlah merupakan lawan dialektika yang berseberangan dengan ‘negara’ tirani, akan tetapi ia merupakan sebuah ‘produk’ yang diperlukan sebuah tiran guna mengukuhkan tiranismenya melalui penciptaan, penyebaran, yang kemudian diakhiri dengan pemusnahan kelas teroris. Untuk mencapai pengertian yang utuh mengenai arti permainan yang sebenarnya tidak memiliki bentuk politik apapun ini, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Dostoevsky tidak menyatakan terorisme sebagai hasil dari suatu penemuan, teori konspirasi -conspiracy theory- yang berubah menjadi praktek konspirasi -conspiracy practice- yang digunakan untuk menekan masyarakat. Dostoevsky menunjukan kepada kita bahwa ‘negara’ kapitalis telah mencapai titik akhir, mengalami penurunan semua nilai-nilai, sehingga orang mulai untuk berontak terhadap semua kesetiakawanan sosial dari fitrahnya. Seperti serpihan-sepihan besi yang tercerabut dari sebongkah besi, yang merupakan hasil dari pemberontakan terhadap nilai-nilai kehidupan, pada akhirannya menjadi sebuah proses bertahan yang dinamik dalam sebuah negara modern. Dua kutub, dua magnet jatuh di antara serpihan-serpihan ini, untuk kemudian menahan dan melemparkan partikel serpihan-serpihan ini kembali ke dalam bongkahan besi sebuah negara modern. Jadi di dalam sebuah fase teroris di dalam masyarakat kapitalis, Terorisme dengan segala tindak tanduk dan pelakunya tidak lain dan tidak bukan merupakan hamba loyal yang terhipnotis dari sebuah keadaan yang keberadaannya ingin mereka runtuhkan.
Atas dasar ini kita dapat menyatakan, dan memang harus dinyatakan kembali, bahwa Terorisme bukanlah suatu produk rahasia dari negara kapitalis, bukan juga sesuatu yang memerangi negara kapitalis. Ia tidak berada di luar dari sistem, melainkan berada di dalamnya, ia menggunakan mata uang yang sama, senjata yang sama, dan metode yang sama. Realita sejarah menunjukan bahwa mereka tidak dapat dipisahkan dari sistem yang mereka klaim sebagai lawannya. Sebagai hasil dari analisa ini, kita harus melihat bahwa terorisme dewasa ini masih berada dalam kerangka klasik yang didefinisikan oleh Dostoevsky. Sekarang apa yang perlu kita pertimbangkan adalah, bagaimana situasi sejarah telah menggiring Islam ke dalam kondisi klasik ini.
Dengan cara seperti ini, satu demi satu, serpihan kekuatan radikal berkumpul menjadi satu, dibumbui oleh semangat anti zionis, tanpa pernah mengerti sedikitpun bahwa masalah yang terjadi di Palestina bukanlah masalah tanah, melainkan masalah uang. Pemimpin sebenarnya dari gerakan Terorisme baru ini bukanlah seorang figur aneh dan menyedihkan bernama Bin Laden, tetapi Shaykh Qardawi, seorang pemimpin gerakan purba ‘Muslim Brotherhood’ yang tidak mengerti mengenai peranan kekuatan elit sektor keuangan, bahkan ia pun tidak tahu apakah kartu kredit itu? Bin Laden adalah representasi dari model teroris yang telah dijelaskan oleh Dostoevsky, dimana keluarganya telah mendapatkan kekayaan di bawah rezim Saud, Bin Laden adalah seseorang dengan kepribadian lemah yang tumbuh tanpa bimbingan seorang ayah, dimana ia ingin menujukan kelelakian yang sebenarnya tidak dimilikinya, yah semacam Tony Blair-nya Arab. Pendapat yang menyatakan Bin Laden dapat menjadi pemimpin Islam yang sesungguhnya adalah sebuah pendapat yang absurd. Bin Laden tidak pernah mendalami Islam – kalaupun ia ingin, ia tidak dapat mendapatkannya di Arab – dan tidak mempunyai satupun karakter-karakter tidak salah satupun dari Organisasi Sufi ataupun dari Sekolah Bisnis Manajemen Harvard. Jika kita melihat aktifitas dan peran yang dilakukannya secara lebih detail, maka kita akan melihat kualitas karakter yang dimilikinya mulai menampakkan wujudnya. Mula-mula ia menganut paham wahhabisme. Kemudian ia pindah ke Afganistan tanpa dasar yang kuat. Ini terjadi sebelum atau sesudah ia menjadi agen CIA. Di satu tahapan, sejumlah besar uang dikabarkan telah digunakan olehnya untuk mendanai kegiatan-kegiatan Terorisme. Kita masih belum dapat mendapatkan angka pasti mengenai jumlah kekayaan keluarga Laden, pengeluaran yang digunakan oleh Teroris, dan kekayaan pribadi kriminal kita ini. Angka-angka yang ada selalu berhenti pada batas yang wajar pada setiap pernyataannya. Anehnya, rezim Taliban sendiri tidak memiliki sikap tegas terhadap keberadaan Bin Laden di tengah-tengah mereka. Ketika kami memperingatkan mereka di hadapan para saksi, jika mereka tidak menyerahkan Bin Laden, ia akan membawa kehancuran ke negeri mereka, mereka, dengan ragu-ragu, berkilah dengan menyatakan Bin Laden sebagai tamu mereka. Ketika mereka diingingatkan bahwa tamu yang membawa bencana bagi tuan rumah harus diminta untuk pergi, mereka tidak dapat memberikan jawaban apa-apa. Kami menyarankan mereka untuk memulangkan Bin Laden kembali ke Arab, yang anehnya tidak tersentuh oleh aktifitas Bin Laden.
Secara pasti, etos teroris menyebarkan paham yang penuh kemarahan kepada sekeompok ‘ulama Muslim yang semestinya memiliki pengetahuan lebih mengenai hal-hal ini di beberapa daerah. Terdapat sejumlah kejadian yang meragukan dan disalah artikan yang dapat dihubungkan dengan daerah Afganistan-Pakistan, yang dapat diketahui memiliki hubungan dengan petualangan gerilya Bin Laden, rezim Taliban, dan yang nampak jelas sekarang – si pemberontak Musharaf dan keluarga Qadianin, yang disokong oleh -Orkestra kudeta- Amerika dalam melakukannya. Sebuah hasil kerja spektakuler dari jaringan teroris pada akhirnya dikelilingi oleh keraguan dan kontradiksi. Apakah para pembajak ini mengira bahwa ini hanyalah drama pembajakan klasik dimana mereka akan mendarat di suatu tempat, tenpa menyadari perintah sesungguhnya adalah menghidupkan pilot otomatis yang memungkinkan pemandu yang berada tepat di lantai dasar gedung untuk mengarahkan pesawat tersebut menghantam kedua menara tersebut? Kebenaran dari hal ini tidak diketahui dengan jelas. Tetapi bukannya tidak diragukan. Dua hal muncul saat negara yang terguncang tersebut mengumpulkan bukti-bukti yang ada. Pertama, hampir semua pembajak tersebut merupakan produk dari wahhabisme dan Arabia. Kedua, tingkah laku mereka tidak ada kaitannya dengan tuduhan bahwa mereka adalah peganut Islam yang taat. Karena orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan meyakini bahwa Jannah adalah balasannya tidak mungkin menghabiskan hari terakhirnya bersama para pelacur sambil meminum vodka. Sementara beberapa tersangka yang dituduh masuk ke dalam gerombolan pembajak memperlihatkan kualitas hidup dan tingkat intelektual yang rendah. Seorang Muslim Inggris yang menyembunyikan Semtex di dalam sepatunya adalah seorang semi idiot. Tidak mungkin orang-orang dengan kualitas serendah ini dapat mengancam dunia. Tidak diragukan lagi bahwa tindakan para Teroris ini telah memperkuat evolusi tahap lanjut kaum kapitalis dalam usahanya mendominasi dunia, sehingga semua pihak secara terpaksa maupun tidak menjadi hamba yang patuh. Dapat dipastikan juga bahwa pelaku teror ini bukanlah ‘Teroris Islam’, karena mereka tidak mempunyai pemimpin, orang-orang tak dikenal yang tidak memiliki kesetiaan dalam bentuk apapun dengan Islam serta sejarahnya. Islam adalah kenyataan Illahi yang terakhir, ia cemerlang dan tidak akan mungkin untuk dikalahkan, apalagi oleh sekumpulan orang-orang yang tindakannya tidak dapat dikaitkan dengan Islam dalam hal apapun, bahkan tidak dapat dikaitkan dengan diri mereka sendiri, mereka hanyalah sekumpulan jiwa yang hilang di tanah yang terisolasi yang merupakan tahap akhir dari usaha kaum kafir yang bernama kapitalisme.
* * * * *
Setelah melihat penjelasan di atas, jelaslah bagi kita untuk melihat masalah Irak. Irak adalah sebuah dataran. Padang terbuka yang luas di Mesopotamia terbagi menjadi dua oleh aliran sungai Euphrates dan Tigris. Di bagian utaranya merupakan bekas situs peradaban kuno Assyria. Di bagian selatannya merupakan bekas situs peradaban kuno Babylonia. Kaum Muslim Arab menamakan bagian utara, Al-Jazirah, yang berarti pulau, sedangkan bagian selatan, Al-Iraq, yang berarti tebing atau pantai. Mereka juga menamakan daerah ini As-Sawad, Tanah Hitam, karena daerah ini menghasilkan minyak.
Muslim menguasai daerah ini 100 tahun sesudah Hijrah, di bawah Kepemimpinan Khalifah Ummayah, di mana Kufah dan Basra menjadi kota kembar utamanya. Khalifah Abbasid mendirikan Baghdad sebagai ibu kota. Sesudah masa Harun Ar-Rashid, pusat Kekalifahan dipindahkan ke Sammara. Selama masa pemerintahan tujuh Khalifah, Baghdad hanyalah sebuah kota biasa. Baru pada tahun 217 Hijrah (892 Masehi) ia kembali menjadi ibu kota. Pada tahun 656 Hijrah (1258 Masehi), Pemerintahan Abbasid jatuh oleh serangan dari bangsa Mongol yang hebat. Basra memiliki sejarah yang bergolak. Di dekat Basra, pada tahun 36 Hijrah (656 Masehi), Sayyiduna Ali berjuang dalam Perang Unta, dimana Talha dan Zubayr gugur. Pada tahun 257 Hijrah (871 Masehi) terjadi pemberontakan besar Zanj. Kekuatan anti Abbasid membumi hanguskan Mesjid Agung dan menjarah kota selama tiga hari. Sekitar tahun 1336 Masehi bangsa Mongol memeluk Islam, dan pada tahun 1393 Masehi, Timur Lang mengambil alih Baghdad dari tangan Sultan Ahmad Jalayir. Timur kemudian memerintahkan bahwa semua persediaan anggur, yang biasa diminum bangsa Arab, untuk dibuang ke dalam sungai. Tidak dapat lagi kita menyaksikan suatu tindakan pemurnian seperti ini. Sebuah kejadian besar yang pernah terjadi di Irak pada masa Kekhalifahan Osmanli, ketika Sultan Abdulhamid II yang Agung, semoga Allah ridha kepadanya, menyatakan daerah Mosul sebagai tanah waqf, Sultan menyadari potensi area ini sebagai penghasil minyak. Pembentukan Irak menjadi suatu negara adalah suatu konsep baru yang diperkenalkan oleh para penjajah kristen pada masa Perang Dunia Pertama. Dua bagian provinsi Kekhalifahan Osmanli dibagi menjadi dua oleh Winston Churchill, seorang pemimpin besar kaum kafir.
19 Desember 1940
Yossef Weitz, seorang direktur Lembaga Keuangan Nasional Yahudi, menyatakan bahwa untuk mendirikan sebuah negara yahudi, ‘Tidak ada cara lain bagi kita selain memindahkan seluruh bangsa Arab dari semua negara tetangga’
31 Mei 1941
Inggris menghentikan serangan mereka terhadap pemerintahan nasionalis Irak pimpinan Rashid Ali, untuk selanjutnya mengorganisir kekuatan pemberontak.
22 Maret 1945
Di Kairo, Irak bergabung dengan Liga Arab, atau yang pernah dikenal sebagai Arabia Serikat. Di sini, King Faruq menampilkan ancaman yang telah jelas yang mana Albania ingin membangun kembali keKhalifahan dan juga pada dirinnya menampilkan sesuatu yang tidak rasial terhadap tradisi Osmanli.
16 Oktober 1946
Nouri Said, seorang boneka Inggris, menjadi Perdana Mentri. Dia pernah melarikan diri dari kekuatan Gaylani pada tahun 1941
15 Mei 1948
Bersama Liga Arab, Irak menyatakan perang terhadap Israel.
15 Juli 1958
Nouri Said melarikan diri dari Baghdad dengan meyamar sebagai perempuan. Dia tertangkap, dan badannya dicincang oleh segerombolan Arab yang menyanyikan lagu ‘Marseillaise’. Jendral Abdalkarim Kassem memproklamirkan berdirinya republik. Raja Faisal dibunuh.
19 Juli 1961
Seiring dengan menguatnya dominasi komponen komoditi dari kekuatan oligarki, Kuwait dinyatakan sebagai negara merdeka, tanpa memperdulikan protes Irak yang menyatakan Kuwait sebagai bagian dari wilayahnya.
17 Juli 1968
Partai Baath mengambil alih kekuasaan di Irak. Dua pemimpinnya, Ahmad Hassan Al-Bakr dan Saddam Husein, datang ke Baghdad untuk bergabung dengan pendiri partai beragama kristen, Michel Aflak. Dia mendirikan sebuah partai yang mempunyai prinsip nasionalisme Arab dan sosialisme. Dia melihat dirinya sebagai pembela gerakan sekuler pan-arabisme melawan Eropa
Faktor dominan yang terjadi dalam situasi saat ini di Irak bukanlah keinginan dari kekuatan oligarki untuk menduduki tanah yang kaya dan strategis ini, melainkan faktor di belakang layar yang menjadikan Irak sebagai sebuah negara. Faktor tersebut adalah, kemabukan bangsa Arab dalam kekafiran, kerinduan bangsa Arab terhadap mitos kebangsaan, ‘Muslim Brotherhood’ yang masuk ke dalam lubang perangkap modernisasi. Ketika Imperialisme Inggris jatuh di hadapan kekuatan finasial Amerika, bangsa Arab dengan jahilnya berpaling dari warisan Islam mereka, pengetahuan Islam mereka dan yang paling tragis, pemerintahan Islam mereka.
Ketika bangsa Mongol masuk ke Baghdad, rakyat jatuh dalam gelombang teror yang luar biasa. Seorang tentara Mongol membanting seorang Arab ke tanah, sementara pedangnya tertinggal di belakang. Sambil mengangkat sepatunya dari leher orang Arab itu, ia memerintahkan si Arab untuk tetap berada di tanah dan menunggunya kembali. Tentara Mongol merasa jijik dengan ketakutan yang dialami oleh orang Arab tersebut ketika ia menemukan orang Arab tersebut masih berbaring di tanah sekembalinya ia mengambil pedang. Tanpa rasa ragu tentara Mongol kemudian memenggal kepala orang Arab tersebut. Inilah keadaan bangsa Arab di saat serangan Mongol yang membebaskan terjadi. Seperti yang anda lihat pada catatan peristiwa di atas, dalam waktu singkat para penjajah kafir telah menyerang Islam. Tidak hanya itu, dari Samarkand, ibu kota Mongol, dan kota-kota besar seperti Bukhara dan Tirmidh-lah pemurnian Islam terjadi.
Saat ini, seluruh daerah Teluk menjadi tempat tidur busuk bagi kapitalisme maju, kejahilan moral, dan kemiskinan yang parah dimana semua ini berada dalam satu sisi bersama sekelompok orang dengan kekayaan berlebihan yang kerjanya hanya memimpikan bagaimana caranya mengirim anak-anak mereka pusat-pusat kota kafir. Penghianatan dan hipokrasi yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin Arab terhadap Islam bukanlah suatu hal yang dilebih-lebihkan. Sebagai contoh, saya telah melakukan beberapa penelitian besar dan serius selama bertahun-tahun terhadap konferensi fiqh di sekolah-sekolah Madinah. Dapat dikatakan, melalui penelitian dan dokumen mengenai konferensi inilah komunitas Muslim Eropa kami dapat mengungkapkan penipuan besar-besaran yang dilakukan atas nama Islam oleh bangsa Arab yang secara bersemangat mendukung ‘perbankan Islam’ dan segenap sistem perbankan secara utuh, dimana tindakan ini merupakan tindakan penghancuran terhadap Islam. Ketua Qadi United Arab Emirate, Shaykh Al-Mubarak, mengungkapkan keinginannya untuk menjadi tuan rumah konferensi kami yang berikutnya. Kami kemudian mengundang seluruh ‘ulama terkemuka dari seluruh dunia, termasuk salah satunya, ‘Sang Sultan’ dari ilmu ini, ulama dari Tunisia, Shaykh Shadhili An-Nayfar. Di hari kedua konferensi, penguasa UAE, yang pada hari sebelumnya menyatakan kepada publik akan niatnya untuk menjalankan Shari’a Islam, memerintahkan para ‘ulama besar ini untuk diam, dan menyerahkan kegiatan konferensi ini kepada sejumlah delegasi yang diterbangkan dari Baghdad. Konferensi ini berubah menjadi ajang propaganda yang mengajak segenap Ummat Muslim untuk menggunakan semua daya upayanya guna membela Saddam Husein dan Iraq dalam melawan musuh jahatnya, Iran. Salah seorang tokoh Irak yang sinis secara terbuka mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan persenjataan karena Amerika Serikat dan Inggris sudah menyediakan persenjataan yang dibutuhkan untuk menghancurkan kekuatan militer Iran. Bab selanjutnya dari komedi yang menyedihkan ini adalah ketika pemimpin Uni Emirat Arab yang sama melibatkan negara dan kekuatan angkatan udaranya dalam suatu usaha penggulingan rezim Irak yang kita kenal sebagai Perang Teluk. Sekarang, lebih dari satu dekade kemudian, para pemimpin Arab ini berkumpul sambil membahas cara-cara untuk menyelamatkan rezim Sadam, karena di luar sifat kekanak-kanakan mereka, mereka sadar bahwa merekalah yang akan menjadi terget berikutnya. Tirani sekuler Sadam Hussein anti Islam yang berkuasa dengan membantai para ulama Islam adalah sekutu alami dari negara-negara sekuler Arab anti Islam. Sekarang perlu disadari, kekuatan paling besar yang menentang Islam tidak berada di Washington, tidak pula berada di Tel Aviv, melainkan berada di Riyadh. ‘Dari sanalah’, kata Rasulullah, semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian kepadanya, ‘akan datang shaytan!’ Dan beliau menunjuk ke arah Najd, daerah asal keluarga kriminal Saud. Setelah masuk ke Baghdad, Amerika Serikat, yang selalu menyatakan diri mereka sebagai negara yang membela dirinya dari ancaman kekuatan teroris yang anarkis, tidak memiliki pilihan lain selain masuk ke Arabia, mengambil alih Najd, menutup Universitas Madinah dan menyita semua arsip Rabita.
Kita sedang menyaksikan hukuman Allah terhadap bangsa-bangsa Arab karena mereka tidak bersatu dalam satu pemerintahan Islam yang bebas dari rasisme. Allah, keagungan ada padaNya, telah berfirman dalam surat Hud:
“Demikianlah itu adalah sebagian berita penduduk negeri-negeri yang Kami ceritakan kepadamu, di antaranya masih ada bekas-bekasnya dan ada yang musnah
Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, maka tidaklah bermanfaat sedikit pun bagi mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah, tatkala tiba ketentuan Allah mereka tiada mendapat tambahan selain kebinasaan
Dan demikianlah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab (penduduk) negeri-negeri yang penduduknya zalim. Sesungguhnya azab-Nya amat pedih lagi dahsyat”
(Qur’an, Surat 11, ayat 100 – 102)
Kita menyaksikan kekuasaan dan kebesaran Allah. Dalam satu kejadian, Dia akan memanggil bangsa Arab untuk berpaling dari kesesatan mereka dan kembali mengikuti petunjuk yang benar, dan untuk meninggalkan penggunaan uang kertas yang haram dan lembaga keuangan yang haram yang telah dikutuk oleh Allah dan RasulNya, semoga Allah memberkahi dan memberikan kedamaian kepadanya, dalam sebuah ayat ternama mengenai riba, pada saat yang sama pula Allah akan menjerat kekuatan kafir sehingga mereka akan menjadi lemah dalam karakter dan ilmu, walaupun mereka memiliki kekuatan teknologi yang tinggi, saat mereka berada di tanah-tanah Muslim sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain taat kepada Allah dan memeluk Deen Islam ini. Sebagaimana Allah telah membawa para pemimpin gerombolan Mongol yang sombong untuk masuk ke dalam Islam, yang kemudian membentuk keturunannya menjadi para Sultan dari Kerajaan Islam Moghul, maka kekuatan Amerika yang mengalami kebangkrutan moral dan ketidakpastian seksual akan sadar bahwa tidak ada lagi pertolongan bagi mereka selain Islam.
Pada akhirannya, bangsa Arab pun akan berpaling dari kekufuran, riba, nasionalisme dan teror, untuk kembali ke hadirat Allah dalam Tawba. Segala puji hanya bagi Allah dan tidak ada kemenangan selain Allah.
Share this:
Share
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment